RAGAM INFORMASI

TENTANG DUNIA PERSAPIAN

Sapi itu Pintar, Bisa Dilatih Buang Air di Toilet

Sapi, bisa buang air kecil puluhan liter setiap harinya. Dalam kandang, urin sapi biasanya bercampur dengan kotoran di lantai dan mengeluarkan ammonia. Sedangkan di padang rumput, urin sapi dapat merembes ke saluran air dan mengeluarkan gas rumah kaca, nitrogen dioksida yang sangat kuat, dengan potensi pemanasan global 296 kali lebih besar dari karbon dioksida.

Hewan ternak seperti sapi, memang menghasilkan lebih banyak gas rumah kaca daripada gabungan semua mobil, truk, dan pesawat di dunia,  jelas Andrew Knight seorang profesor veteriner kesejahteraan hewan di Universitas Winchester Inggris kepada The Washington Post.

Oleh sebab itu, Lindsey Matthews dan rekan-rekannya dari Universitas Auckland yang bergabung dengan para ilmuwan di laboratorium Jerman,  mencoba melatih sapi buang air di toilet selama 45 menit setiap hari , melalui sebuah program yang diberi nama MooLoo.

Mereka menggunakan belasan ekor anak sapi yang  ditraining untuk menggunakan toilet berupa area kecil berpagar, dengan lantai rumput sintetis sebagai toilet. Pada awalnya, anak sapi ditempatkan pada toilet dan akan diberi makan setiap kali mereka buang air kecil.

Setelah terbiasa, tim peneliti memindahkan  anak sapi di lorong yang mengarah ke toilet tersebut. Setiap kali anak sapi buang air di toilet, mereka akan mendapatkan camilan. Tapi jika mereka buang air kecil di lorong, tim hanya akan menyemprotkan air. Dari 16 ekor anak sapi , ada 11 ekor yang terlatih melakukannya dalam kurun waktu 10 hari. Cukup memuaskan.

Dilansir dari Science News, hal tersebut memungkinkan para peternak untuk mendapatkan dan mengolah urin sapi dengan mudah. Apalagi komponen dari urin sapi seperti nitrogen dan fosfor bisa digunakan sebagai bahan membuat pupuk.

Lindsey Matthew yang mempelajari perilaku hewan di Universitas Auckland, Selandia Baru itu merasa optimistis dengan proyek ini. Kendati demikian, dilansir dari The Washington Post, Andrew Knight smengatakan bahwa gagasan ini bagus secara teori. Hanya saja tidak banyak membantu untuk mencegah kontribusi besar terhadap perubahan iklim. Sebab ketergantungan dunia pada produksi ternak intensif termasuk susu dan produk olahannya terlalu besar.

Ia juga menyebutkan bahwa teknologi dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menetralisir komponen yang berbahaya dalam kotoran sapi menimbulkan biaya yang terlalu besar pagi para peternak. Diperlukan langkah yang jauh lebih drastis, jika kita ingin memiliki peluang realistis untuk menghindari kerusakan iklim global dalam jangka menengah di masa depan.

Studi hal ini telah dipublikasikan di jurnal Current Biology dengan judul "Learned control of urinary reflexes in cattle to help reduce greenhouse gas emissions". Percobaan ini, belum melibatkan pelatihan sapi untuk buang air besar, yang akan diuji di kemudian hari.

Lindsey Matthews menuturkan bahwa idenya adalah untuk memperluas penelitian mengenai bagaimana membuat teknik toilet training ini dapat diskalakan. Sesuatu yang menurutnya bisa lebih mudah terlaksana di tempat-tempat seperti Amerika Serikat, dimana sapi dipelihara di tempat penggemukan sapi, agar hewan tidak harus pergi jauh untuk menggunakan toilet yang telah disiapkan.

Aplikasi toilet training ini  ini tentu  berbeda dengan industri susu di Selandia Baru, tempat di mana sapi dapat menghabiskan sebagian besar waktunya merumput di padang penggembalaan. Para peneliti mengungkapkan jika mereka dapat mengumpulkan 10 atau 20 persen dari urin sapi secara global itu akan cukup mengurangi emisi gas rumah kaca dan proses nitrate leaching secara signifikan.

Mengenal Sapi Simental yang Jadi Primadona di Indonesia

Sapi Simental – Di Indonesia terdapat banyak macam sapi yang dibudidayakan. Baik untuk sapi pedaging atau sapi perah. Salah satu jenis sapi yang cukup terkenal di kalangan peternak adalah sapi Simental. Baca selengkapnya...

Obat Murah Meriah Untuk Sapi Mencret

Cara mengatasi sapi yang terkena penyakit, yang harus dilakukan pertama kali adalah menghilangkan penyebab penyakit dan mengatasi efek yang ditimbulkan. Contohnya adalah Diare, penyakit yang membuat sapi menjadi sering buang air besar dengan kondisi tinja yang encer atau berair (mencret). Diare pada sapi umumnya disebabkan oleh beberapa faktor fisiologis berupa perubahan lingkungan ternak, yang meliputi: perubahan pakan, perpindahan ternak, perubahan cuaca, dan pergantian pemeliharaan. Baca selengkapnya...

Gejala Dan Penanganan Broyong (Prolapsus Uteri) Pada Sapi

Gangguan reproduksi yang umum terjadi pada sapi diantaranya prolapsus uteri (Broyong) yang sering terjadi pada umur kebuntingan tua. Apabila gangguan reproduksi ini tidak dapat tertangani maka dapat menyebabkan kerugian ekonomi pada usaha peternakan. Baca selengkapnya...

Memilih Model Kandang Sapi Perah Yang Cocok Dengan Cuaca Di Indonesia

Akhir-akhir ini, cuaca di Indonesia semakin gerah. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), kondisi tersebut secara meteorologis disebabkan suhu udara yang meningkat disertai dengan kelembapan udara yang tinggi. Berdasarkan pencatatan meteorologis yang dilakukan BMKG, suhu tertinggi terjadi di Sentani, Papua. Baca selengkapnya...

Harga Sapi Perah Dan Cerita Tentang Keju Mozarella Khas Malang

Untuk membuka usaha peternakan sapi perah, sebaiknya menggunakan Sapi Friesian Holstein. Sapi asli Belanda ini memang dikenal sebagai ternak sapi yang paling produktif karena mampu menghasilkan susu yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan sapi perah jenis lainnya. Itu sebabnya banyak orang mencari informasi mengenai harga sapi perah Friesian Holstein terkini. Baca selengkapnya...
  • Bali Cattle National Asset that Needs to be Preserved

    The government needs to increase the population and productivity of Bali cattle, a national asset other countries do not have, an expert has said. The Bogor Agricultural Institute’s (IPB) animal husbandry professor Ronny Rachman Noor said on Thursday that Bali cattle had often been undervalued by the government because they were local livestock.